Pemurnian Bijih Bauksit Proses Bayer
Bijih Bauksit jenis lateritik mengandung mineral utama gibbsite yang berasosiasi dengan mineral silikat ibarat kaolin, juga mengandung mineral besi ibarat goethite. Sedangkan bijih bauksit jenis karst mengandung mineral utama boehmite dan diaspore yang berasosiasi juga dengan kaolin dan chamosite namun relatif kurang reaktif (Smith, 2009). Pemasakan (digestion) ialah proses ekstraksi aluminium dari bijih bauksit dengan pelarut soda kaustik (NaOH) yang dikenal dengan nama proses Bayer. Proses Bayer menghasilkan larutan sodium aluminat dan residu berwarna merah sebagai limbah yang dikenal dengan nama red mud.
Menurut Totten and MacKenzie (2003), komposisi larutan sodium aluminat hasil dari proses Bayer komersial umumnya mengandung oksida utama Al2O3 sekitar 32,8 g/100 g bebas Na2O dan mengandung pengotor SiO2 terlarut cukup rendah sekitar 0,6 g/100 g bebas Na2O. Menurut Habashi (1997) kandungan SiO2 terlarut dalam larutan hasil proses Bayer komersial ialah maksimum 0,6 mg/L. Noworyta dalam Hudson (1987) telah berhasil menurunkan kandungan silika terlarut sampai < 0,02 mg/L dalam larutan sodium aluminat dengan memakai 7,1 g/L CaO sebagai reagen desilikasinya.
Prinsip Pemurnian Bijih Bauksit
Pada prinsipnya, proses Bayer bertujuan untuk Pemurnian Bijih Bauksit dengan cara menghilangkan 3 komponen pengotor utama yaitu Fe2O3, SiO2 dan TiO2. Kalsium dan magnesium biasanya terkandung dalam bentuk mineral dolomit yang tidak larut. Pemurnian atau menghilangkan senyawa silika dalam larutan sodium aluminat hasil proses Bayer memakai reagen-reagen desilikasi yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan karbon aktif.Menurut Totten and MacKenzie (2003), komposisi larutan sodium aluminat hasil dari proses Bayer komersial umumnya mengandung oksida utama Al2O3 sekitar 32,8 g/100 g bebas Na2O dan mengandung pengotor SiO2 terlarut cukup rendah sekitar 0,6 g/100 g bebas Na2O. Menurut Habashi (1997) kandungan SiO2 terlarut dalam larutan hasil proses Bayer komersial ialah maksimum 0,6 mg/L. Noworyta dalam Hudson (1987) telah berhasil menurunkan kandungan silika terlarut sampai < 0,02 mg/L dalam larutan sodium aluminat dengan memakai 7,1 g/L CaO sebagai reagen desilikasinya.
Metode Pemurnian Bijih Bauksit
Bijih bauksit yang berkadar rendah diketahui mengandung aluminium rendah, yang akan mengurangi kemampuan mengekstraksi unsur aluminium (Songqing, 2011). Pengotor utama pada bijih bauksit di antaranya ialah senyawa silika, besi dan titanium. Silika biasanya berasosiasi membentuk mineral silikat berupa kaolinit (Al2O3.2SiO2.2H2O), haloysite (Al2O3.2SiO2.2H2O) atau silika itu sendiri berupa mineral kuarsa. Sebagian silika (kuarsa) larut dalam larutan sodium aluminat hasil proses Bayer pada suhu di atas 180 C, sedangkan lempung atau silikat lain ibarat kaolinit gampang bereaksi dengan NaOH pada ketika proses digestion (Smith, 2009).
Percobaan metode pemurnian bijih bauksit di indonesia sebelumnya telah dilakukan oleh Aziz dkk, 2007 dan menawarkan kandungan pengotor dalam larutan sodium aluminat hasil proses Bayer dari bijih bauksit terdiri dari Fe2O3 = 10,66 mg/L; SiO2 = 56,08 mg/L; CaO = 4,16 mg/L; P2O5 = 26,92 mg/L dan TiO2 = 7,02 mg/L. Proses penurunan jumlah logam terlarut yang tidak diperlukan dalam larutan sodium aluminat khususnya Fe2O3 sanggup dilakukan dengan memakai larutan polimer amidoxime, sehingga membentuk kompleks polimer-besi yang bisa mengendap dalam larutan sodium aluminat (Spitzer and Donald, 2000).
Selain itu, keberadaan silika dalam bijih bauksit mengakibatkan pelarutan dan presipitasi kembali silika sebagai produk desilikasi tipe sodalite, sehingga akan mengkonsumsi NaOH lebih banyak. Oleh alasannya ialah itu, lebih baik mengontrol desilikasi ketika proses digestion dengan mengubah silika menjadi senyawa yang mempunyai kelarutan rendah ibarat kalsium aluminosilikat. Senyawa tersebut terbentuk dengan pertolongan pereaksi kimia ibarat kalsium oksida (CaO), kalsium hidroksida Ca(OH)2 atau turunan dari senyawa kalsium klorida (CaCl2) yaitu Friedel’s salt (FS: 3CaO.Al2O3.CaCl2.10H2O) yang mempunyai kapasitas penukar ion terhadap silikat dalam larutan sodium aluminat sintetis yang sanggup mengurangi > 95% silika (Ma dkk., 2009).
Pada tahun 2011, Amalia dan Aziz kembali melakukan penelitian penurunan silika terlarut memakai Whiton yang mengandung CaCO3 sebagai materi desilikasi pada proses digestion terhadap bijih bauksit yang mengandung SiO2 total 1,17%. Larutan sodium aluminat yang dihasilkan mengandung silika terlarut 93% lebih rendah daripada larutan yang dihasilkan tanpa penambahan CaCO3 .
Menurunkan Secara Signifikan Jumlah Pengotor Logam pada Bijih Bauksit
Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Dessy Amalia dkk, 2013 melaksanakan percobaan penurunan jumlah pengotor logam terlarut yang tidak diinginkan dalam larutan sodium aluminat dengan memakai CaCO3 pada ketika proses digestion dan masing-masing senyawa kimia CaCl2, Ca(OH)2, dan karbon aktif pada larutan sodium aluminat yang dihasilkan dari proses digestion dengan kandungan SiO2 total dalam bijih bauksit yaitu 5,99%.
Metode yang dipakai ialah terhadap bijih bauksit dilakukan preparasi ayak berair berukuran lolos 60 mesh. Bijih bauksit kemudian direaksikan dengan NaOH dan Whitton (CaCO3) di dalam ember bertekanan 3 kafetaria (2,96 atm) pada suhu 140C selama 2 jam. Proses Bayer ini menghasilkan larutan sodium aluminat dan residu lumpur berwarna merah yang dikenal dengan nama red mud yang kemudian dipisahkan melalui penyaringan. Terhadap percontoh larutan sodium aluminat yang dihasilkan, dilakukan analisis kimia untuk melihat komposisi kandungan oksidanya. Berdasarkan hasil analisis kimia diketahui larutan sodium aluminat tersebut mengandung SiO2 yang tinggi (17,5 g/L). Terhadap larutan sodium aluminat tersebut ditambahkan senyawa kimia pengikat SiO2 (desilikasi) yaitu CaCl2 , Ca(OH)2 dan materi penyerap karbon-aktif dengan rasio mol 1:1 terhadap SiO2. Masing-masing senyawa desilikasi dan materi penyerap karbon aktif tersebut ditambahkan pada ketika larutan sodium aluminat telah mencapai suhu 70 C. Pada menit ke 30; 90; 150; 210; 270 sampai menit ke 300 diambil percontoh larutannya dengan pipet kemudian dianalisis kimia untuk mengetahui kandungan oksida sisa dalam larutan tersebut. Diagram alir proses pemurnian larutan sodium aluminat sanggup dilihat pada gambar dibawah.
Metode yang dipakai ialah terhadap bijih bauksit dilakukan preparasi ayak berair berukuran lolos 60 mesh. Bijih bauksit kemudian direaksikan dengan NaOH dan Whitton (CaCO3) di dalam ember bertekanan 3 kafetaria (2,96 atm) pada suhu 140C selama 2 jam. Proses Bayer ini menghasilkan larutan sodium aluminat dan residu lumpur berwarna merah yang dikenal dengan nama red mud yang kemudian dipisahkan melalui penyaringan. Terhadap percontoh larutan sodium aluminat yang dihasilkan, dilakukan analisis kimia untuk melihat komposisi kandungan oksidanya. Berdasarkan hasil analisis kimia diketahui larutan sodium aluminat tersebut mengandung SiO2 yang tinggi (17,5 g/L). Terhadap larutan sodium aluminat tersebut ditambahkan senyawa kimia pengikat SiO2 (desilikasi) yaitu CaCl2 , Ca(OH)2 dan materi penyerap karbon-aktif dengan rasio mol 1:1 terhadap SiO2. Masing-masing senyawa desilikasi dan materi penyerap karbon aktif tersebut ditambahkan pada ketika larutan sodium aluminat telah mencapai suhu 70 C. Pada menit ke 30; 90; 150; 210; 270 sampai menit ke 300 diambil percontoh larutannya dengan pipet kemudian dianalisis kimia untuk mengetahui kandungan oksida sisa dalam larutan tersebut. Diagram alir proses pemurnian larutan sodium aluminat sanggup dilihat pada gambar dibawah.
Diagram alir proses pemurnian sodium aluminat. |
Baca juga artikel dibawah ini yang berafiliasi dengan " bauksit laterit " :
Written by: Flyshgeost
Sumber: Dessy Amalia, dkk dalam Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol 9-No 3-2013.
Posting Komentar untuk "Pemurnian Bijih Bauksit Proses Bayer"