Setitik Keberhasilan Pkh Di Desa Kwadungan
Kwadungan, sebuah desa di lereng Sumbing yang menjadi maskot kecamatan Kalikajar, Wonosobo. Saya sebut maskot sebab desa ini merupakan zona merah dimana jumlah kemiskinan paling banyak di Kalikajar. Dalam artikel ini saya ingin bercerita wacana setitik keberhasilan PKH yang saya jumpai di desa tersebut.
Alkisah pada suatu hari yang mendung dan dingin, seorang pendamping PKH sebut saja “mawar” mengendarai motor kesayangannya melewati jalan berbatu penuh lubang menuju Dusun Teguhan di wilayah Desa Kwadungan. Jalan menuju dusun tersebut memang belum tersentuh aspal, medannya masih berupa kerikil yang ditanam atau orang Kalikajar biasa menyebutnya dengan istilah “gragalan”. Berjalan di medan kerikil menyerupai ini memang sangat licin apalagi dikala hujan tiba. Oleh sebab itu, si pendamping PKH yang namanya saya samarkan ini selalu berjalan dengan pelan dan penuh kehati-hatian.
Sore itu, si pendamping ada jadwal pertemuan kelompok di dusun Teguhan sebab di kejar deadline pemutakhiran data dan validasi calon penerima PKH baru. Sekitar pukul 15.00 WIB pertemuan selesai dan si pendamping berpamitan pulang kepada warga dampingannya. Si pendamping nampak terburu-buru sebab suasana sudah sangat berkabut dan rintik-rintik hujan mulai jatuh dari awan. Tak lupa si pendamping memakai jas hujannya yang telah mulai lusuh sebab terlalu sering dipakai, menaiki motornya dan mulai berkendara dengan kecepatan rendah.
Di tengah jalan, ternyata hujan semakin deras dan jalan-pun semakin licin. Karena tidak ingin kedinginan dan takut terpeleset, si pendamping memutuskan mampir ke salah satu rumah penerima PKH di dusun tetangga yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Teguhan. Kebetulan rumah warga tersebut lokasinya di pinggir jalan dan pendamping telah mengenal penghuninya dengan baik, jadi tidak sungkan lagi untuk mampir sekedar untuk menghangatkan diri dan mengharapkan segelas teh panas.
Begitu hingga di rumah warga tujuannya, si pendamping pribadi masuk tanpa segan dari pintu belakang dan mendapati penghuni rumah sedang menonton televisi. Tanpa basa-basi si pendamping dipersilahkan duduk di depan televisi dan secepat kilat disuguhi teh panas serta masakan ringan cantik kering bergula yang manis. Dalam suasana hangat di depan televisi ini si pendamping dan keluarga tersebut mulai ngobrol kesana-kemari ngalor-ngidul mulai dari mambahas harga tembakau yang murah hingga gambar televisi yang bures. Hingga kesudahannya sampailah pada pembahasan wacana PKH di dusun tersebut yang menciptakan hati si pendamping menjadi berbunga-bunga.
Si pendamping merasa sangat bahagia dikala si Ibu dan Bapak penghuni rumah bercerita penuh semangat wacana keberhasilan jadwal PKH di dusun tersebut. Menurut mereka, jadwal PKH sedikit banyak telah mengubah teladan pikir warga yang menjadi penerima PKH. Dulu sebelum ada PKH jumlah anak lulusan SD yang melanjutkan Sekolah Menengah Pertama sangat sedikit. Padahal sekolah tingkat Sekolah Menengah Pertama tidak terlalu jauh letaknya dari dusun itu, mungkin jaraknya hanya sekitar 1.5 km saja. Menurut mereka, dulu hanya sekitar 50% murid lulus SD yang lanjut ke SMP. Memang di dusun tersebut pendidikan anak belum terlalu diperhatikan oleh warga.
Namun semuanya berubah sesudah jadwal PKH menyerang !!! Tahun 2016 ini banyak siswa lulusan SD yang melanjutkan sekolah ke tingkat SMP. Dari sekitar 26 siswa yang lulus, terdapat 24 siswa yang melanjutkan SMP. Sungguh suatu insiden yang absurd berdasarkan warga yang bercerita kepada si pendamping. Hal ini terjadi sebab sebagian besar dari orang renta siswa tersebut merupakan penerima PKH.
Usut punya usut ternyata warga-warga tersebut kuatir tidak memperoleh pinjaman uang lagi jikalau anaknya tidak melanjutkan sekolah. Ternyata walaupun uang yang diberikan setiap 3 bulan sekali jumlahnya tidak seberapa, bisa memotivasi warga untuk menyekolahkan anaknya. Hampir dalam setiap pertemuan kelompok, si pendamping selalu memberikan pentingnya pendidikan bagi anak, tapi ternyata ucapan si pendamping masih kalah dengan kekuatan lembaran-lembaran rupiah yang diterima 3 bulan sekali. Ahh.. tapi apapun alasanya, paling tidak warga di dusun tersebut sudah termotivasi untuk menyekolahkan anaknya.
Dari dialog tersebut si pendamping sadar bahwa jadwal PKH di dusun Kwadungan telah mulai menampakkan hasilnya, belum dewasa lulusan SD banyak yang melanjutkan ke jenjang SMP. Alhamdulillah si pendamping bersyukur, ternyata apa yang dikerjakannya membuahkan hasil walaupun masih sedikit, kolam sebuah titik hitam pada lembaran kertas putih. Tapi seberapapun hasilnya tetap harus disyukuri dan ditingkatkan semaksimal mungkin.
Akhirnya hujan di sore itu sudah mulai reda, si pendamping memutuskan pulang dan berpamitan kepada penghuni rumah. Penghuni rumah melarang pendamping pulang sebab di luar masih agak gerimis, namun si pendamping memutuskan tetap pulang dalam guyuran gerimis kecil itu. Di sepanjang perjalanan pulang, si pendamping tersenyum memikirkan apa yang diceritakan warga tadi. Ternyata usahanya selama setahun ini menjadi pendamping PKH tidak sia-sia, ada setitik kemajuan yang telah terjadi sebab jadwal PKH di Dusun lereng gunung itu.
Alkisah pada suatu hari yang mendung dan dingin, seorang pendamping PKH sebut saja “mawar” mengendarai motor kesayangannya melewati jalan berbatu penuh lubang menuju Dusun Teguhan di wilayah Desa Kwadungan. Jalan menuju dusun tersebut memang belum tersentuh aspal, medannya masih berupa kerikil yang ditanam atau orang Kalikajar biasa menyebutnya dengan istilah “gragalan”. Berjalan di medan kerikil menyerupai ini memang sangat licin apalagi dikala hujan tiba. Oleh sebab itu, si pendamping PKH yang namanya saya samarkan ini selalu berjalan dengan pelan dan penuh kehati-hatian.
Sore itu, si pendamping ada jadwal pertemuan kelompok di dusun Teguhan sebab di kejar deadline pemutakhiran data dan validasi calon penerima PKH baru. Sekitar pukul 15.00 WIB pertemuan selesai dan si pendamping berpamitan pulang kepada warga dampingannya. Si pendamping nampak terburu-buru sebab suasana sudah sangat berkabut dan rintik-rintik hujan mulai jatuh dari awan. Tak lupa si pendamping memakai jas hujannya yang telah mulai lusuh sebab terlalu sering dipakai, menaiki motornya dan mulai berkendara dengan kecepatan rendah.
Di tengah jalan, ternyata hujan semakin deras dan jalan-pun semakin licin. Karena tidak ingin kedinginan dan takut terpeleset, si pendamping memutuskan mampir ke salah satu rumah penerima PKH di dusun tetangga yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Teguhan. Kebetulan rumah warga tersebut lokasinya di pinggir jalan dan pendamping telah mengenal penghuninya dengan baik, jadi tidak sungkan lagi untuk mampir sekedar untuk menghangatkan diri dan mengharapkan segelas teh panas.
Begitu hingga di rumah warga tujuannya, si pendamping pribadi masuk tanpa segan dari pintu belakang dan mendapati penghuni rumah sedang menonton televisi. Tanpa basa-basi si pendamping dipersilahkan duduk di depan televisi dan secepat kilat disuguhi teh panas serta masakan ringan cantik kering bergula yang manis. Dalam suasana hangat di depan televisi ini si pendamping dan keluarga tersebut mulai ngobrol kesana-kemari ngalor-ngidul mulai dari mambahas harga tembakau yang murah hingga gambar televisi yang bures. Hingga kesudahannya sampailah pada pembahasan wacana PKH di dusun tersebut yang menciptakan hati si pendamping menjadi berbunga-bunga.
Si pendamping merasa sangat bahagia dikala si Ibu dan Bapak penghuni rumah bercerita penuh semangat wacana keberhasilan jadwal PKH di dusun tersebut. Menurut mereka, jadwal PKH sedikit banyak telah mengubah teladan pikir warga yang menjadi penerima PKH. Dulu sebelum ada PKH jumlah anak lulusan SD yang melanjutkan Sekolah Menengah Pertama sangat sedikit. Padahal sekolah tingkat Sekolah Menengah Pertama tidak terlalu jauh letaknya dari dusun itu, mungkin jaraknya hanya sekitar 1.5 km saja. Menurut mereka, dulu hanya sekitar 50% murid lulus SD yang lanjut ke SMP. Memang di dusun tersebut pendidikan anak belum terlalu diperhatikan oleh warga.
Namun semuanya berubah sesudah jadwal PKH menyerang !!! Tahun 2016 ini banyak siswa lulusan SD yang melanjutkan sekolah ke tingkat SMP. Dari sekitar 26 siswa yang lulus, terdapat 24 siswa yang melanjutkan SMP. Sungguh suatu insiden yang absurd berdasarkan warga yang bercerita kepada si pendamping. Hal ini terjadi sebab sebagian besar dari orang renta siswa tersebut merupakan penerima PKH.
Usut punya usut ternyata warga-warga tersebut kuatir tidak memperoleh pinjaman uang lagi jikalau anaknya tidak melanjutkan sekolah. Ternyata walaupun uang yang diberikan setiap 3 bulan sekali jumlahnya tidak seberapa, bisa memotivasi warga untuk menyekolahkan anaknya. Hampir dalam setiap pertemuan kelompok, si pendamping selalu memberikan pentingnya pendidikan bagi anak, tapi ternyata ucapan si pendamping masih kalah dengan kekuatan lembaran-lembaran rupiah yang diterima 3 bulan sekali. Ahh.. tapi apapun alasanya, paling tidak warga di dusun tersebut sudah termotivasi untuk menyekolahkan anaknya.
Dari dialog tersebut si pendamping sadar bahwa jadwal PKH di dusun Kwadungan telah mulai menampakkan hasilnya, belum dewasa lulusan SD banyak yang melanjutkan ke jenjang SMP. Alhamdulillah si pendamping bersyukur, ternyata apa yang dikerjakannya membuahkan hasil walaupun masih sedikit, kolam sebuah titik hitam pada lembaran kertas putih. Tapi seberapapun hasilnya tetap harus disyukuri dan ditingkatkan semaksimal mungkin.
Akhirnya hujan di sore itu sudah mulai reda, si pendamping memutuskan pulang dan berpamitan kepada penghuni rumah. Penghuni rumah melarang pendamping pulang sebab di luar masih agak gerimis, namun si pendamping memutuskan tetap pulang dalam guyuran gerimis kecil itu. Di sepanjang perjalanan pulang, si pendamping tersenyum memikirkan apa yang diceritakan warga tadi. Ternyata usahanya selama setahun ini menjadi pendamping PKH tidak sia-sia, ada setitik kemajuan yang telah terjadi sebab jadwal PKH di Dusun lereng gunung itu.
Posting Komentar untuk "Setitik Keberhasilan Pkh Di Desa Kwadungan"