Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Proses Pembentukan Nikel Laterit

Proses pembentukan nikel laterit berawal dari batuan induknya yaitu batuan ultrabasa. Menurut Vinogradov, batuan ultrabasa rata-rata memiliki kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg sanggup diterangkan alasannya radius ion dan muatan ion yang hampir bersamaan diantara unsur-unsur tersebut. Salah satu misalnya proses serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akhir dampak larutan hidrothermal, akan merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit peroditit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas masbodoh yang bekerja kontinu, mengakibatkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk.

Baca juga : Standar Prosedur Eksplorasi Nikel Laterit

Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak stabil (olivin dan piroksin) pada batuan ultrabasa, menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut; Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus. Didalam larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hydroksida, alhasil membentuk mineral-mineral menyerupai geothit, limonit, dan haematit akrab permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil.

Faktor Pembentuk Nikel Laterit

Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si terus menerus kebawah selama larutannya bersifat asam, hingga pada suatu kondisi dimana suasana cukup netral akhir adanya kontak dengan tanah dan batuan, maka ada kecenderungan untuk membentuk endapan hydrosilikat. Nikel yang terkandung dalam rantai silikat atau hydrosilikat dengan komposisi yang mungkin bervariasi tersebut akan mengendap pada celah-celah atau rekahan-rekahan yang dikenal dengan urat-urat garnierit dan krisopras. Sedangkan larutan residunya akan membentuk suatu senyawa yang disebut saprolit yang berwarna coklat kuning kemerahan. Unsur-unsur lainnya menyerupai Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa kebawah hingga batas pelapukan dan akan diendapkan sebagai dolomit, magnesit yang biasa mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Dilapangan urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering). Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit ini ialah :

Batuan Asal; Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, pola batuan asal nikel ialah batuan ultrabasa. Pada batuan ultrabasa terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan-batuan lainnya, memiliki mineral-mineral yang paling gampang lapuk atau tidak stabil menyerupai olivin dan piroksin, memiliki komponen-komponen yang gampang larut dan sanggup memperlihatkan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.

Iklim; Adanya pergantian demam isu kemarau dan demam isu penghujan dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga sanggup mengakibatkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.

Reagen-reagen Kimia dan Vegetasi; Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia ialah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus mengakibatkan dekomposisi batuan dan sanggup merubah pH larutan. Asam-asam humus ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan menimbulkan :
  1. Penetrasi air sanggup lebih dalam dan lebih gampang dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, 
  2. Akumulasi air hujan akan lebih banyak, 
  3. Humus akan lebih tebal. 

Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi sanggup berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap abrasi mekanis.

Struktur; Seperti diketahui, batuan beku memiliki porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif. Rekahan yang terjadi sudah tentu bekerjasama erat dengan patahan baik secara lokal maupun regional.

Topografi; Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk kawasan yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan memiliki kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai hingga kemiringan sedang, hal ini menandakan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada kawasan yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada air yang meresap ini sanggup mengakibatkan pelapukan kurang intensif.

Baca juga : Nikel Laterit di Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa

Gambar struktur geologi (a) dan slope ideal (b) yang mempengaruhi pembentukan nikel laterit, profil nikel laterit didaerah tropis (c), profil umum nikel laterit (d).

Waktu; Faktor waktu yang cukup usang akan menimbulkan pelapukan yang cukup intensif alasannya akumulasi unsur nikel cukup tinggi.

Profil Nikel Laterit

Khususnya di kawasan tropis, profil nikel laterit secara umum terdiri dari 5 zona gradasi, yaitu sebagai berikut :

1. Iron Capping: merah tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping memiliki kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite, chromiferous.

2. Limonite Layer: fine grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada kawasan yang terjal, dan sempat hilang alasannya erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.

3. Silika Boxwork: putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika. Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized.

4. Saprolite: adonan dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.

5. Bedrock: penggalan terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral hemat (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.

Posting Komentar untuk "Proses Pembentukan Nikel Laterit"