Kekuatan Aturan Putusan Arbitrase Nasional
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Arbitrase merupakan peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak pengusaha yang bersengketa. Penyelesaian sengketa diluar Pengadilan Negara merupakan kehendak bebas pihak-pihak yang bersengketa. Kehendak bebas ini sanggup dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mereka buat sebelum atau sehabis terjadi sengketa sesuai dengan azas kebebasan berkontrak dalam aturan perdata. Arbitrase diatur dalam Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 1999 perihal Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS), yang terdiri dari 82 pasal.
Gambar ilustrasi Arbitrase (sumber: pengacaraindonesia dotinfo). |
Prosedur arbitrase dibuat oleh ketentuan hukum, perjanjian para pihak dan aba-aba para arbiter. Apabila para pihak setuju bahwa arbitrase akan dilaksanakan menurut aturan suatu institusi atau aturan ad hoc maka mekanisme arbitrase akan tunduk pada ketentuan institusi atau aturan ad hoc tersebut.
Kekuatan aturan putusan Arbitrase baik melalui forum Arbitrase berskala nasional maupun secara Internasional ialah final dan binding. Dengan kata lain putusan tersebut ialah pribadi menjadi putusan tingkat pertama dan tingkat terakhir. Serta putusan menjadi mengikat para pihak dan secara otomatis tertutup pula upaya untuk banding, dan kasasi sesuai pasal 60 UU AAPS.
Pelaksanaan putusan arbitrase nasional diatur dalam Pasal 59-64 UU AAPS. Pada dasarnya para pihak harus melakukan putusan secara sukarela. Agar putusan arbitrase sanggup dipaksakan pelaksanaanya, putusan tersebut harus diserahkan dan didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri, dengan mendaftarkan dan menyerahkan lembar orisinil atau salinan autentik putusan arbitrase nasional oleh arbiter atau kuasanya ke panitera pengadilan negeri, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan arbitase diucapkan.
Putusan Arbitrase nasional bersifat mandiri, final dan mengikat. Putusan Arbitrase nasional bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan yang memiliki kekeuatan aturan tetap) sehingga Ketua Pengadilan Negeri tidak diperkenankan mengusut alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut. Kewenangan mengusut yang dimiliki Ketua Pengadilan Negeri, terbatas pada investigasi secara formal terhadap putusan arbitrase nasional yang dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase.
Berdasar Pasal 62 UU AAPS sebelum memberi perintah pelaksanaan, Ketua Pengadilan memeriksa dahulu apakah putusan arbitrase memenuhi Pasal 4 dan pasal 5 (khusus untuk arbitrase internasional). Bila tidak memenuhi maka, Ketua Pengadilan Negeri sanggup menolak permohonan arbitrase dan terhadap penolakan itu tidak ada upaya aturan apapun. (Sumber referensi: Undang-Undang RI Nomor 30, tahun 1999, perihal Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa. Khristofel N. Izaak, 2015, Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015).
Posting Komentar untuk "Kekuatan Aturan Putusan Arbitrase Nasional"