Cekungan Sedimen Dalam Kerangka Tektonik Lempeng
Cekungan sedimen merupakan suatu daerah/lingkungan yang terbentuk akhir adanya penurunan permukaan bumi. Pengontrol utama pembentukan cekungan ini berkaitan dengan pecahan luar bumi yang rigid dan hirau taacuh yang biasa disebut sebagai litosfer. Batas paling tegas dari pecahan badan bumi ialah batas antara litosfer dan astenosfer. Litosfer merupakan pecahan yang paling luar dengan karakteristik yang rigid dan relatif membentuk suatu lempeng yang koheren.
Batas litosfer ini dicirikan oleh adanya suatu karakteristik isoterm (1.330°C) dan seringkali disebut sebagai litosfer termal. Bagian atas dari litosfer termal ini (ketebalan + 50 km), sanggup menyimpan/mengakomodir tegangan lentur dalam periode waktu yang usang sehingga seringkali disebut sebagai litosfer elastis.
Pergerakan lempeng litosfer diatas astenosfer menghasilkan suatu zona deformasi dan kegempaan di sepanjang batas lempeng. Secara keseluruhan terdapat tiga tipe batas lempeng menurut arah pergerakannya yaitu :
Mekanisme pembentukan cekungan sedimentasi sanggup dikelompokkan menjadi tiga kelompok mekanisme, walaupun pada kenyataannya tiga prosedur ini sanggup mempengaruhi pembentukan cekungan secara langsung. Tiga prosedur tersebut ialah :
Pembelajaran mengenai prosedur pembentukan cekungan ini ditinjau dari prospek hidrokarbon sangatlah memegang peranan penting. Pembentukan batuan sumber (biasa disebut oil kitchen) hampir selalu berasosiasi dengan endapan sedimen yang tebal (rata-rata mencapai 1 km) yang umum terjadi pada deposisi yang dikontrol oleh penurunan cekungan. Selain itu, pada blok-blok kontinen yang naik (uplift) sangat umum terbentuk build up karbonat yang juga mempunyai potensi terutama sebagai reservoar dan cebakan stratigrafis.
Zonasi komposisi Bumi
a. Kerak samudera
Kerak merupakan pecahan paling luar kulit bumi yang mempunyai densitas kecil. Kerak samudera merupakan yang paling tipis dengan ketebalan berkisar 4 – 10 km, dan rata-rata sekitar 10 km. Densitas rata-rata sekitar 2900 kg/m3. Hal ini menghasilkan tingkatan kerak yang mencerminkan model pembentukannya. Layer 1 (paling atas) tersusun oleh sedimen yang belum terkonsolidasi (ketebalan + 0.5 km). Sedangkan layer 2 tersusun oleh batuan basaltis dan lava bantal yang berasosiasi dengan produk dari erupsi gunung api bawah laut.
Layer 3 tersusun oleh batuan gabro dan peridotit yang kemungkinan merupakan batuan sumber yang terdiferensiasi menghasilkan batuan basaltis pada layer 2. Umur kerak samudra cukup pendek (pada masa sekarang, paling bau tanah berumur Yura), disebabkan oleh pendinginan kerak yang menjadikan kerak samudera tidak stabil secara gravitasional sehingga pada kawasan konvergen, kerak samudera senantiasa menujam dan mengalami peleburan.
b. Kerak benua
Kerak benua lebih tebal, berkisar antara 30 – 70 km tetapi rata-rata sekitar 35 km. Secara umum kerak benua ini sanggup dibagi menjadi dua pecahan (layer), yaitu pecahan atas yang tersusun oleh granit, granodiorit dan diorit; sedangkan pecahan bawah tersusun oleh batuan tekanan tinggi mirip granulit, eklogit dan amfibolit.
Batas antara kerak benua maupun kerak samudera dengan mantel dibawahnya, menurut survey geofisika memperlihatkan adanya suatu velositas rendah (low velocity channel). Horison inilah yang dikenal sebagai Mohorovicic discontinuity atau Moho.
c. Mantel
Mantel bumi dibagi menjadi dua bagian, yaitu mantel atas dan mantel bawah. Mantel atas mempunyai ketebalan kurang lebih 680 km + 20 km dan dibatasi oleh fase transisi. Mantel ini menerus sampai pecahan terluar core pada kedalaman 2900 km, dengan densitas yang semakin meningkat bersamaan dengan pertambahan kedalaman.
Zonasi Reologi Bumi
Zonasi reologi yang menarik untuk dipelajari ialah pemisahan antara litosfer dan astenosfer. Hal ini dikarenakan pergerakan vertikal (uplift atau subsidence) dalam cekungan sedimentasi hampir semuanya merupakan respon terhadap adanya zonasi reologi ini. Ketebalan umum dari litosfer berkisar antara 5 km pada punggungan tengah samudera sampai 100 km pada pecahan paling hirau taacuh samudera. Pada kawasan kontinen, pecahan bawah dari litosfer ini lebih sulit dikenali. Perubahan yang terjadi secara sedikit demi sedikit pada kecepatan gelombang S dan P memperlihatkan kemungkinan bahwa litosfer mempunyai batas/zonasi komposisi diantaranya.
Kekerasan (rigidity) dari litosfer ini memungkinkan litosfer membentuk suatu lempeng yang koheren, tetapi hanya pecahan atasnya saja yang mempunyai kekerasan yang cukup untuk menahan tegangan lentur dalam rentang waktu geologi (misalnya 109 tahun). Dibawah pergerakan litosfer lentur ini, terdapat perbedaan konseptual dan fisik antara litosfer elastik dan litosfer termal.
Litosfer samudera dan benua mempunyai perbedaan dalam kekuatannya (gambar 1). Litosfer samudera mempunyai kekuatan (strength) paling besar pada kedalaman 20 – 60 km, dimana semakin dalam lagi litosfer akan semakin ductile.
Ke arah dalam lagi dari litosfer, terdapat astenosfer yang sangat lunak dan sanggup mengalami deformasi dengan relatif gampang oleh aliran. Bagian atas dari astenosfer dikenal sebagai zona kecepatan rendah dimana transmisi kecepatan gelombang S dan P turun secara bertahap, kemungkinan disebabkan oleh adanya partial melting.
Pergerakan Lempeng
Studi pergerakan lempeng ini didasarkan atas studi kegempaan dan observasi distribusi dari episenter gempa serta liniasi magnetik dari cekungan samudera. Lempeng litosfer sanggup secara gampang mengalami deformasi dengan arah pergerakan horisontal dibandingkan arah pergerakan vertikal. Pergerakan horisontal lempeng litosfer ini pada hasilnya membentuk tiga macam batas lempeng, yaitu :
a. Batas lempeng divergen
Dicirikan oleh sentra pemekaran tengah samudera. Sesar transform dengan offset strike-slip displacement dari batas divergen, menghasilkan pola yang sangat tersegmentasi.
b. Batas lempeng konvergen
Disebut juga dengan edge of consumption atau subduction zone, yang merupakan garis sepanjang dua lempeng yang bergerak saling mendekat dimana lempeng yang lebih bau tanah menujam masuk ke dalam menuju mantel yang kemudian akan mengalami peleburan. Batas konvergen ditandai oleh adanya bentukan palung pada kawasan penujaman kerak samudra. Selain itu, juga akan terbentuk busur-busur volkanik dan kepulauan.
Pada batas konvergen lainnya dimana dua masa benua saling bertumbukan maka akan membentuk suatu zona collision yang sangat besar lantaran kedua kerak benua tersebut tidak sanggup saling menujam akhir massa benua yang lebih ringan dibandingkan kerak samudera.
Walaupun secara umum kerak samudera yang menujam dibawah kerak samudera ataupun kerak benua, dalam sedikit kasus (misal di Taiwan) terjadi penujaman kerak benua dibawah kerak samudera. Hal ini sangat ditentukan oleh besarnya bouyancy dari lempeng yang bertumbukan.
c. Batas lempeng konservatif (transform)
Pembentukan batas konservatif ini terjadi disepanjang dua lempeng yang saling berbapasan satu sama lainnya. Patahan pada batas transform ditandai oleh adanya zona batuan yang terhancurkan secara intensif. Indikasi acara deformasi batuan yang intensif ini dicirikan oleh munculnya acara kegempaan yang berskala besar (kedalaman sentra gempa mencapai 20 km).
Sykes (1967) melaksanakan studi pergerakan lempeng di punggungan tengah Atlantik, dan menemukan bahwa prosedur pergerakan pada batas lempeng berupa pergerakan strike-slip. Akan tetapi studi pertama dari pergerakan lempeng ini memperlihatkan bahwa prosedur pergerakan lempeng di mid-oceanic ridge berupa dip-slip dan ekstensional (gambar 2).
Batas litosfer ini dicirikan oleh adanya suatu karakteristik isoterm (1.330°C) dan seringkali disebut sebagai litosfer termal. Bagian atas dari litosfer termal ini (ketebalan + 50 km), sanggup menyimpan/mengakomodir tegangan lentur dalam periode waktu yang usang sehingga seringkali disebut sebagai litosfer elastis.
Pergerakan lempeng litosfer diatas astenosfer menghasilkan suatu zona deformasi dan kegempaan di sepanjang batas lempeng. Secara keseluruhan terdapat tiga tipe batas lempeng menurut arah pergerakannya yaitu :
- Batas lempeng divergen, sebagai referensi ialah pemekaran lantai samudra di mid oceanic ridge
- Batas lempeng konvergen, berasosiasi dengan pemampatan kerak (shortening) mirip pada kawasan kolisi kontinen.
- Batas lempeng fault (transform), berasosiasi dengan prosedur strike-slip fault.
Mekanisme pembentukan cekungan sedimentasi sanggup dikelompokkan menjadi tiga kelompok mekanisme, walaupun pada kenyataannya tiga prosedur ini sanggup mempengaruhi pembentukan cekungan secara langsung. Tiga prosedur tersebut ialah :
- Purely thermal mechanism, contohnya pendinginan dan penurunan dari oceanic lithosphere seiring dengan pergerakannya menjauhi sentra pemekaran.
- Perubahan dalam ketebalan kerak/litosfer, contohnya penipisan kerak akhir adanya prosedur pergerakan sesar ekstensional yang mengontrol penurunan cekungan, yang juga menyebabkan adanya thermal uplift pada lempeng yang menipis.
- Pembebanan litosfer, disebabkan oleh defleksi atau adanya deformasi fleksural dimana sebelumnya pernah terjadi subsidence.
Pembelajaran mengenai prosedur pembentukan cekungan ini ditinjau dari prospek hidrokarbon sangatlah memegang peranan penting. Pembentukan batuan sumber (biasa disebut oil kitchen) hampir selalu berasosiasi dengan endapan sedimen yang tebal (rata-rata mencapai 1 km) yang umum terjadi pada deposisi yang dikontrol oleh penurunan cekungan. Selain itu, pada blok-blok kontinen yang naik (uplift) sangat umum terbentuk build up karbonat yang juga mempunyai potensi terutama sebagai reservoar dan cebakan stratigrafis.
Zonasi komposisi Bumi
a. Kerak samudera
Kerak merupakan pecahan paling luar kulit bumi yang mempunyai densitas kecil. Kerak samudera merupakan yang paling tipis dengan ketebalan berkisar 4 – 10 km, dan rata-rata sekitar 10 km. Densitas rata-rata sekitar 2900 kg/m3. Hal ini menghasilkan tingkatan kerak yang mencerminkan model pembentukannya. Layer 1 (paling atas) tersusun oleh sedimen yang belum terkonsolidasi (ketebalan + 0.5 km). Sedangkan layer 2 tersusun oleh batuan basaltis dan lava bantal yang berasosiasi dengan produk dari erupsi gunung api bawah laut.
Layer 3 tersusun oleh batuan gabro dan peridotit yang kemungkinan merupakan batuan sumber yang terdiferensiasi menghasilkan batuan basaltis pada layer 2. Umur kerak samudra cukup pendek (pada masa sekarang, paling bau tanah berumur Yura), disebabkan oleh pendinginan kerak yang menjadikan kerak samudera tidak stabil secara gravitasional sehingga pada kawasan konvergen, kerak samudera senantiasa menujam dan mengalami peleburan.
b. Kerak benua
Kerak benua lebih tebal, berkisar antara 30 – 70 km tetapi rata-rata sekitar 35 km. Secara umum kerak benua ini sanggup dibagi menjadi dua pecahan (layer), yaitu pecahan atas yang tersusun oleh granit, granodiorit dan diorit; sedangkan pecahan bawah tersusun oleh batuan tekanan tinggi mirip granulit, eklogit dan amfibolit.
Batas antara kerak benua maupun kerak samudera dengan mantel dibawahnya, menurut survey geofisika memperlihatkan adanya suatu velositas rendah (low velocity channel). Horison inilah yang dikenal sebagai Mohorovicic discontinuity atau Moho.
c. Mantel
Mantel bumi dibagi menjadi dua bagian, yaitu mantel atas dan mantel bawah. Mantel atas mempunyai ketebalan kurang lebih 680 km + 20 km dan dibatasi oleh fase transisi. Mantel ini menerus sampai pecahan terluar core pada kedalaman 2900 km, dengan densitas yang semakin meningkat bersamaan dengan pertambahan kedalaman.
Zonasi Reologi Bumi
Zonasi reologi yang menarik untuk dipelajari ialah pemisahan antara litosfer dan astenosfer. Hal ini dikarenakan pergerakan vertikal (uplift atau subsidence) dalam cekungan sedimentasi hampir semuanya merupakan respon terhadap adanya zonasi reologi ini. Ketebalan umum dari litosfer berkisar antara 5 km pada punggungan tengah samudera sampai 100 km pada pecahan paling hirau taacuh samudera. Pada kawasan kontinen, pecahan bawah dari litosfer ini lebih sulit dikenali. Perubahan yang terjadi secara sedikit demi sedikit pada kecepatan gelombang S dan P memperlihatkan kemungkinan bahwa litosfer mempunyai batas/zonasi komposisi diantaranya.
Kekerasan (rigidity) dari litosfer ini memungkinkan litosfer membentuk suatu lempeng yang koheren, tetapi hanya pecahan atasnya saja yang mempunyai kekerasan yang cukup untuk menahan tegangan lentur dalam rentang waktu geologi (misalnya 109 tahun). Dibawah pergerakan litosfer lentur ini, terdapat perbedaan konseptual dan fisik antara litosfer elastik dan litosfer termal.
Litosfer samudera dan benua mempunyai perbedaan dalam kekuatannya (gambar 1). Litosfer samudera mempunyai kekuatan (strength) paling besar pada kedalaman 20 – 60 km, dimana semakin dalam lagi litosfer akan semakin ductile.
Gambar 1. perbandingan kekuatan (strength) antara litosfer samudera dan benua. |
Ke arah dalam lagi dari litosfer, terdapat astenosfer yang sangat lunak dan sanggup mengalami deformasi dengan relatif gampang oleh aliran. Bagian atas dari astenosfer dikenal sebagai zona kecepatan rendah dimana transmisi kecepatan gelombang S dan P turun secara bertahap, kemungkinan disebabkan oleh adanya partial melting.
Pergerakan Lempeng
Studi pergerakan lempeng ini didasarkan atas studi kegempaan dan observasi distribusi dari episenter gempa serta liniasi magnetik dari cekungan samudera. Lempeng litosfer sanggup secara gampang mengalami deformasi dengan arah pergerakan horisontal dibandingkan arah pergerakan vertikal. Pergerakan horisontal lempeng litosfer ini pada hasilnya membentuk tiga macam batas lempeng, yaitu :
a. Batas lempeng divergen
Dicirikan oleh sentra pemekaran tengah samudera. Sesar transform dengan offset strike-slip displacement dari batas divergen, menghasilkan pola yang sangat tersegmentasi.
b. Batas lempeng konvergen
Disebut juga dengan edge of consumption atau subduction zone, yang merupakan garis sepanjang dua lempeng yang bergerak saling mendekat dimana lempeng yang lebih bau tanah menujam masuk ke dalam menuju mantel yang kemudian akan mengalami peleburan. Batas konvergen ditandai oleh adanya bentukan palung pada kawasan penujaman kerak samudra. Selain itu, juga akan terbentuk busur-busur volkanik dan kepulauan.
Pada batas konvergen lainnya dimana dua masa benua saling bertumbukan maka akan membentuk suatu zona collision yang sangat besar lantaran kedua kerak benua tersebut tidak sanggup saling menujam akhir massa benua yang lebih ringan dibandingkan kerak samudera.
Walaupun secara umum kerak samudera yang menujam dibawah kerak samudera ataupun kerak benua, dalam sedikit kasus (misal di Taiwan) terjadi penujaman kerak benua dibawah kerak samudera. Hal ini sangat ditentukan oleh besarnya bouyancy dari lempeng yang bertumbukan.
c. Batas lempeng konservatif (transform)
Pembentukan batas konservatif ini terjadi disepanjang dua lempeng yang saling berbapasan satu sama lainnya. Patahan pada batas transform ditandai oleh adanya zona batuan yang terhancurkan secara intensif. Indikasi acara deformasi batuan yang intensif ini dicirikan oleh munculnya acara kegempaan yang berskala besar (kedalaman sentra gempa mencapai 20 km).
Gambar 2. Mekanisme deformasi lempeng pada sentra pemekaran. Pergerakan utama berupa dip-slip yang ditunjukkan oleh bentukan elipsoid yang ibarat bola pantai. |
Sykes (1967) melaksanakan studi pergerakan lempeng di punggungan tengah Atlantik, dan menemukan bahwa prosedur pergerakan pada batas lempeng berupa pergerakan strike-slip. Akan tetapi studi pertama dari pergerakan lempeng ini memperlihatkan bahwa prosedur pergerakan lempeng di mid-oceanic ridge berupa dip-slip dan ekstensional (gambar 2).
Posting Komentar untuk "Cekungan Sedimen Dalam Kerangka Tektonik Lempeng"